Khamis, 7 Mei 2009

DETIK KEWAFATAN RASULULLAH



Hayatilah...


Utk Renungan Bersama .


Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun
enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas
memberikan khutbah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah
dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan
dua perkara pada kalian, Al-Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai
sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku,
akan masuk syurga bersama-sama aku." Khutbah singkat itu diakhiri dengan
pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya
satu persatu.


Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar adanya naik turun
menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya
sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua
sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan
tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal
dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah
ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang
hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.


Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang
di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang
berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani
ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,
"Siapakah itu wahai anakku?"


"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah
anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah
malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan
tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa
Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang
sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih
Allah dan penghulu dunia ini.


"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para
malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti
kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan
Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang
mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana
nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Ku haramkan syurga bagi siapa saja,
kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.


Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau
melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih
Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar
Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah,
dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku,
jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin , kaki dan dadanya
sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan
sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya "Uushiikum bis shalati, wa
maa malakat aimanuku",


peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di
luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan."Ummatii, ummatii,
ummatiii?" -


"Umatku, umatku, umatku" Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang
memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma
sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi. Betapa cintanya
Rasulullah kepada kita.

Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesedaran
untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai
kita. Kerana sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka.
Amin....

Tiada ulasan: